Penelitian tentang batas kota raja jaman kerajaan Majapahit pertama kali diungkapkan oleh Nurhadi Rangkuti (seorang arkeolog dan peneliti sejarah) yang menaruh perhatian serta minat yang sangat tinggi terhadap adanya batas-batas kota raja Majapahit ini. Asumsi atau dasar pemetaan yang dipergunakan adalah penemuan Yoni berdenah segi-delapan dengan pahatan naga-raja di bawah ceratnya, yang diketemukan di daerah Lebak Jabung pada tahun 1989, lokasi mana saat ini telah berdiri sebuah masjid besar yang terkenal dengan Masjid Ki Ageng Jabung, terletak di wilayah Lebak Jabung, Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.
Temuan ini rupa-rupanya telah menginspirasi beliau untuk menemukan yoni-yoni lainnya yang dianggap sebagai tugu batas kota raja Majapahit. Hasilnya diketemukanlah Yoni Klinterejo yang berdenah segi-empat dengan hiasan naga-raja di bawah ceratnya, terletak di wilayah Klinterejo (kompleks peninggalan Rani Kahuripan) di Kabupaten Mojokerto.
Temuan berikutnya adalah Yoni Sedah/Japanan berdenah segi-delapan dengan pahatan naga-raja di bawah ceratnya. Yoni ini sampai sekarang masih tetap berada di tempatnya (tengah sawah) di Dusun Sedah, Desa Japanan, Mojowarno, Kabupaten Jombang.
Titik batas yang keempat diharapkan dapat diketemukan di daerah Badas, Desa Sebani, Sumobito, Kabupaten Jombang. Menariknya di wilayah ini belum pernah diketemukan Yoni naga-raja sebagaimana yang dicari. Berdasarkan penelitian pada tahun 2004 hanya diketemukan dua buah tugu dan sebuah yoni kecil dan polos.
Dari uraian tersebut di atas, setidaknya dapat diambil dua kesimpulan penting yang menjadi titik pangkal penentuan batas kota raja Majapahit pada waktu itu, yaitu :
- Batas kota raja Majapahit adalah berupa Yoni dengan pahatan naga-raja di bagian bawah ceratnya, dan untuk itu telah diketemukan tiga buah yoni termaksud.
- Yoni-yoni tersebut seharusnya adalah terletak dan atau diketemukan di wilayah Lebak Jabung, Klinterejo, Sedah/Japanan dan Badas/Sebani yang pada akhirnya dapatlah disimpulkan luas kota raja Majapahit berukuran 9 km x 11 km. Tiga buah yoni naga-raja ini telah berhasil diidentifikasikan, yaitu Yoni Lebak Jabung, Yoni Klinterejo dan Yoni Sedah/Japanan.
Penetapan batas-batas kota raja Majapahit berdasarkan kedua asumsi di atas yang pada hakekatnya bertumpu kepada temuan-temuan Yoni naga-raja ini jelas-jelas mengandung kelemahan karena tidak ditunjang dengan bukti-bukti penjelas atau pendukung yang memadai, yang mungkin berupa prasasti-prasasti maupun keterangan-keterangan yang tertulis (baik dari kitab Negarakertagama ataupun kitab Pararaton).
Dengan demikian jelas terlihat bahwa penetapan batas-batas kota raja Majapahit ini sepenuhnya hanya didasarkan kepada asumsi-asumsi belaka dan memiliki kelemahan-kelemahan yang mencolok, yaitu :
Pertama, hingga detik ini belum pernah diketemukan adanya prasasti-prasasti yang menjelaskan perihal keberadaan Yoni naga-raja sebagai batas wilayah kota raja Majapahit. Prasasti-prasasti yang merupakan peninggalan kerajaan Majapahit lebih banyak menerangkan perihal penganugerahan desa swatantra atau sima.
Kedua, baik kitab Negarakertagama maupun kitab Pararaton yang seharusnya dianggap sebagai sumber sejarah Majapahit yang sahih, sama sekali tidak pernah menyinggung adanya batas kota raja Majapahit yang berupa Yoni naga-raja ini.
Ketiga, pada Yoni Klinterejo terpahat angka tahun 1293 Saka (1372 M), yang mana angka tahun ini menunjukkan angka tahun meninggalnya ratu Tribhuwanottunggadewi (raja ketiga Majapahit). Dengan demikian penegakan Yoni Klinterejo ini pada dasarnya adalah untuk memperingati meninggalnya ratu Tribhuwanottunggadewi dan bukan merupakan tugu batas kota. Hal ini diperkuat juga dengan adanya batu sandaran (watu ombo) yang sepertinya akan dipahatkan arca perwujudan Tribhuwanottunggadewi.
Keempat, seandainya Yoni naga-raja ini merupakan tugu batas kota raja Majapahit, bagaimana halnya dengan Yoni naga-raja berdenah segi-empat yang terdapat pada kompleks Candi Tigowangi di daerah Plemahan, Kediri ? Apakah Yoni naga-raja ini juga merupakan tugu batas kota raja Majapahit ?
Kitab Pararaton menjelaskan kepada kita bahwa Candi Tigowangi ini merupakan candi pendharmaan Bhre Matahun (raja bawahan Majapahit), yang menurut kitab Negarakertagama meninggal pada tahun 1388 M. Faktanya Yoni naga-raja ini terdapat pada candi pendharmaan raja bawahan, apakah dapat dikategorikan sebagai batas kota raja Majapahit ? Yoni Tigowangi ini juga memiliki ciri-ciri pahatan naga-raja di bagian bawah ceratnya.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah sudah bahwa penetapan batas-batas kota raja Majapahit berdasarkan penemuan tiga buah Yoni naga-raja di Lebak Jabung, Klinterejo dan Sedah/Japanan ini perlu pengkajian ulang secara lebih mendalam, karena mengandung banyak kelemahan serta tidak didukung oleh data-data yang akurat.
Sekedar saran saja, penemuan yoni-yoni naga-raja tersebut hendaknya dipandang sebagai temuan inti (jeroan) tempat-tempat suci jaman Majapahit, karena bila ditinjau dari bentuknya yang berupa Yoni-Lingga atau Lingga-Yoni, pada dasarnya adalah merupakan lambang Dewa Siwa, dewa tertinggi dalam agama Siwa.
Selanjutnya berkaitan dengan adanya pahatan naga-raja serta angka tahun hendaknya diidentifikasikan sebagai peringatan meninggalnya atau lambang raja yang didharmakan di tempat tersebut.
Penulis : J.B. Tjondro Purnomo ,SH
7 komentar:
Terus bagaimana kondisi kota raja Majapahit ?
Tolong diuraikan tentang keadaan kota raja Majapahit ....
Mana tulisan yang lebih baru ?
Mohon diulas tentang kota raja Majapahit berdasarkan referensi-referensi yang kuat ....
Tersebutlah keajaiban kota, tembok bata tebal lagi tinggi .... (Negarakertagama pupuh VIII). Batas kota raja terbuat dari batu bata merah, tebal dan tinggi.
Terus, batas kota rajanya seperti apa ?
Salam kenal, sebagai turunan jawa sy sangat senang membaca tulisan / artikel2 seperti ini ( menelusuri dan meng uri2 peninggalan budaya jawa yg adi luhung ) kalau bs yg lebih konkrit lagi. Lanjut terus,,,,,,,,,, salam
Posting Komentar