THE FRIEND OF ME

Kamis, 19 Mei 2011

RAJA-RAJA MAJAPAHIT AKHIR (1)

Setelah interregnum (kekosongan kepemimpinan) selama tiga tahun, maka pada tahun 1456 M, tampillah Dyah Suryawikrama Girisawarddhana menaiki tahta kerajaan Majapahit. Ia adalah salah seorang anak Dyah Kertawijaya yang semasa pemerintahan ayahnya telah menjadi raja daerah (bawahan) di Wengker (Bhattara ing Wengker). Di dalam kitab Pararaton ia disebutkan dengan nama gelarnya Bhra Hyang Purwwiwisesa. Ia memerintah selama sepuluh tahun, dan pada tahun 1466 M ia meninggal dunia dan didharmakan di Puri.

Sebagai penggantinya kemudian Bhre Pandan Salas menaiki tahta kerajaan Majapahit dan memerintah mulai tahun 1466 M. Ia dikenal pula dengan nama Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Sebelum menjadi raja di Majapahit, ia berkedudukan sebagai raja daerah (bawahan) di Tumapel (bhattara ring Tumapel). Lihat Pararaton hal 40, prasasti Waringinpitu lempeng IV-verso, baris 1-4 dan prasasti Trawulan III, di dalam OV, 1918, hal. 170. Kitab Pararaton menyebutkan bahwa ia hanya memerintah selama dua tahun, kemudian menyingkir meninggalkan keratonnya. Fakta yang ada berdasarkan prasasti Pamintihan (lihat : F.D.K Bosch, "De Oorkonde van Sendang Sedati", OV, 1922, hal. 22-27) yang dikeluarkan olehnya pada tahun 1473 M, ternyata bahwa sampai pada waktu itu ia masih memerintah sebagai raja Majapahit, bahkan di dalam prasastinya ia disebutkan sebagai seorang Sri Maharajadhiraja yang memimpin raja-raja keturunan Tuan Gunung (sri giripatiprasutabhupatiketubhuta), disamping disebutkan pula sebagai "penguasa tunggal di tanah Jawa" (yawabhumyekadhipa). Di dalam manggala kakawin Siwaratrikalpa gubahan Mpu Tanakung, ia disebutkan pula sebagai "seorang raja yang memang telah sepantasnya menjadi keturunan wangsa Girindra" (tan lyan sry adisuraprabhawa sira bhupati sapala Girindrawangsaja). Lihat : P.J. Zoetmulder, "Djaman Mpu Tanakung", Laporan KIPN-II, VI, 1965, hal 206 dan P.J. Zoetmulder, "Kalangwan", 1974, hal. 365 ; A. Teeuw et al. "Siwaratrikalpa", 1969, hal. 64,68.

Dengan adanya kenyataan yang demikian ini maka pemberitaan kitab Pararaton yang menyebutkan Bhre Pandan Salas hanya memerintah sebagai raja Majapahit selama dua tahun tidaklah benar adanya. Namun pemberitaan mengenai penyingkiran Bhre Pandan Salas dari keratonnya dapatlah dibenarkan. Penyingkiran Bhre Pandan Salas ini disebabkan oleh serangan dari Bhre Kertabhumi, yang ingin merebut kekuasaan Majapahit. Dari kitab Pararaton dapatlah diketahui bahwa Bhre Kertabhumi adalah anak bungsu Sang Sinagara (Rajasawarddhana).
Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya pada tahun 1486, diketahui adanya penyelenggaraan upasara Sraddha untuk memperingati duabelas tahun mangkatnya Paduka Bhattara ring Dahanapura. Oleh para sarjana tokoh Bhattrara ring Dahanapura ini diidentifikasikan sebagai Bhre Pandan Salas Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Lihat : Martha A. Muusses, "Singhawikramawarddhana", FBG, II, 1929, hal 207-214 ; B.J.O Schrieke, Indonesian Sociological Studies, Part Two : Ruler and Relam in Early Java. The Hague/Bandung: W. van Hooeve, 1957, hal. 44 dst.

Dengan berdasarkan pada keterangan-keterangan yang terdapat pada prasasti-prasasti Girindrawarddhana tersebut dapat diduga bahwa ketika keraton Majapahit diserang oleh Bhre Kertabhumi, maka Bhre Pandan Salas menyingkir ke Daha, melanjutkan pemerintahannya sampai saat ia meninggal dunia pada tahun 1474 M.


Bersambung  ........... ke bagian kedua