Banyak kerajaan-kerajaan besar yang pernah berdiri dan berjaya di dalam wilayah Nusantara ini sebelum berdirinya kerajaan Majapahit, diantaranya kerajaan Kutai di Kalimantan, kerajaan Sriwijaya di sekitar Sumatera Selatan, kerajaan Mataram berpusat di Jawa Tengah kemudian berpindah ke Jawa Timur, kerajaan Kahuripan yang kemudian dipecah menjadi Janggala dan Panjalu, kerajaan Singhamandawa di Bali, kerajaan Sunda dan Pajajaran di Jawa Barat, kerajaan Singhasari di Jawa Timur serta masih banyak lagi kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Tetapi fakta sejarah membuktikan bahwa kerajaan-kerajaan sebelum kerajaan Majapahit tersebut pada umumnya masih bersifat kedaerahan (lokal) dan sama sekali belum memunculkan suatu konsep persatuan Nusantara.
Semua kerajaan-kerajaan tersebut telah memiliki budaya dan peradabannya masing-masing, kerajaan Sriwijaya yang dikenal pertama kali dari Prasasti Kota Kapur dari Pulau Bangka, prasasti yang tertuanya diketemukan di daerah Kedukan Bukit di tepi sungai Tatang (dekat Palembang) berangka tahun 604 Saka (682 M), mempergunakan bahasa Melayu kuna dan hanya berjumlah 10 baris. Sebagai sebuah negara maritim yang berdagang kerajaan Sriwijaya telah mengembangkan suatu tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan tersebut lebih metropolitan sifatnya. Untuk dapat mempertahankan peranannya sebagai negara berdagang, kerajaan Sriwijaya lebih membutuhkan kekuatan militer (angkatan laut) yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner. Kelangsungan hidup kerajaan Sriwijaya lebih bergantung kepada pola-pola perdagangan yang berkembang, sedangkan pola-pola tertentu tidak sepenuhnya dapat dikuasainya. Seperti terbukti dari perkembangan sejarahnya, maka ketika orang-orang Cina mulai ikut berdagang di kawasan Selatan, peranan Sriwijaya berkurang sebagai pangkalan utama perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina.
Semua kerajaan-kerajaan tersebut telah memiliki budaya dan peradabannya masing-masing, kerajaan Sriwijaya yang dikenal pertama kali dari Prasasti Kota Kapur dari Pulau Bangka, prasasti yang tertuanya diketemukan di daerah Kedukan Bukit di tepi sungai Tatang (dekat Palembang) berangka tahun 604 Saka (682 M), mempergunakan bahasa Melayu kuna dan hanya berjumlah 10 baris. Sebagai sebuah negara maritim yang berdagang kerajaan Sriwijaya telah mengembangkan suatu tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan tersebut lebih metropolitan sifatnya. Untuk dapat mempertahankan peranannya sebagai negara berdagang, kerajaan Sriwijaya lebih membutuhkan kekuatan militer (angkatan laut) yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner. Kelangsungan hidup kerajaan Sriwijaya lebih bergantung kepada pola-pola perdagangan yang berkembang, sedangkan pola-pola tertentu tidak sepenuhnya dapat dikuasainya. Seperti terbukti dari perkembangan sejarahnya, maka ketika orang-orang Cina mulai ikut berdagang di kawasan Selatan, peranan Sriwijaya berkurang sebagai pangkalan utama perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina.
Info selengkapnya silahkan baca di sini.
0 komentar:
Posting Komentar